Salah satu kewajiban serta keharusan untuk guru adalah upaya dalam mengembangkan model pembelajaran. Untuk mendapat hasil yang berkualitas dari pembelajaran, guru merupakan kunci utama berhasil tidaknya pembelajaran ketika di sekolah maupun madrasah dan terlibat langsung dalam merencanakan serta melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Contextual teaching and learning (CTL) adalah proses pembelajaran holistik, dengan memiliki tujuan agar dapat membantu peserta didik dalam memahami materi untuk bisa mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari (konteks sosial, pribadi dan kultural).
Sehingga mereka akan lebih berpengetahuan, memiliki keterampilan yang fleksibel serta dinamis dalam membangun sendiri pemahamannya secara aktif. Siswa akan lebih mudah belajar dan memahami dengan baik jika materi tentang pengetahuan dan kegiatan tersebut sering atau biasa terjadi di sekeliling siswa.
Kita akan lebih mengenal lebih tentang metode pembelajaran CTL atau contextual teaching learning, tentang pengertian, komponen, kelebihan serta kekurangannya.
Table of Contents
TogglePengertian
CTL atau contextual teaching and learning merupakan sebuah model atau metode pembelajaran yang dimana siswa diberi fasilitas untuk belajar mencari terus mengelola serta menemukan suatu pengalaman belajar yang nyata dan memiliki keterkaitan pada hidup keseharian siswa.
Guru akan mendapatkan wawasan baru saat menggunakan metode CTL atau contextual teaching and learning, juga bisa meningkatkan guru dalam kemampuan mengajar. Metode contextual teaching and learning bisa digunakan dalam berbagai kelas manapun dan dalam keadaan apapun tentu ini memudahkan bagi para guru itu sendiri.
Komponen
Ada beberapa komponen utama dalam metode contextual teaching and learning :
1. Constructivisme
Constructivisme (konstruktivisme) adalah landasan dalam pendekatan CTL ini. mengembangkan pemikiran para siswa agar bisa membangun, belajar sendiri, ketrampilan serta pengetahuan baru mereka. Pengetahuan yang nyata siswa, ditemukan serta dibangun oleh diri mereka sendiri. Pengetahuan itu sendiri bukanlah suatu kaidah bagi siswa yang harus dihafalkan, tapi harus direkonstruksi oleh siswa, dan diartikan melewati suatu pengalaman yang nyata.
2. Inquiry
Inquiry ( menemukan) adalah suatu pembelajaran yang melalui proses sistematis dalam berpikir berdasar dari suatu proses pencarian sebuah penemuan, proses pengamatan jadi pemahaman, dan siswa akan belajar dengan berpikir kritis. Agar siswa bisa belajar sejalan dengan prosedur, para guru dituntut agar bisa membuat situasi yang kondusif.
3. Question
Agar pembelajaran bisa lebih hidup, dan hasil dari pembelajaran itu sendiri bisa mendapat hasil yang luas dan mendalam, question (bertanya) sangat diperlukan, karena itu sifat keingintahuan dari siswa harus dikembangkan melalui dialog interaktif dan dilakukan oleh semua unsur yang ada pada komunitas belajar. Dengan bertanya siswa akan didorong untuk menolak ide, pendapat secara mentah. Ini yang akan membuat mereka ingin selalu mendalami dan mengetahui berbagai macam teori dan akan belajar lebih jauh lagi.
4. Learning Commonity
Hasil pembelajaran dari kolaborasi dengan individu lain merupakan learning commonity (masyarakat belajar). Kelompok yang memiliki anggota heterogen, disini lah tempat dilaksanakannya pembelajaran tersebut. Siswa yang lebih pandai, mengajari mereka yang belum bisa, yang sudah mengetahui sesuatu, memberi tahu yang belum tahu, begitu hingga seterusnya. Di dalam praktek inilah terbentuk sebuah kelompok kecil, besar hingga sampai kelompok yang berkolaborasi langsung dengan masyarakat.
5. Modeling
Di dalam kegiatan pembelajaran diperlukan model untuk mempraktikkan sesuatu agar bisa dicontoh oleh siswa. Sebagai contoh terkait model ini adalah mampu melakukan guling depan dengan baik, cara dan teknik guling belakang. Ketika seorang guru mampu atau bisa melakukannya, maka para siswa itu juga akan berpikir mereka juga bisa melakukannya.
6. Reflection
Suatu upaya dilakukan untuk menganalisis, mengklarifikasi, melihat, menganalisis, serta mengevaluasi tentang hal apa yang sudah dipelajari ini dinamakan reflection (refleksi). Di kelas pada saat setiap akhir dari pembelajaran mapel, guru akan menyisihkan sedikit waktu pada para siswa untuk melakukan refleksi caranya : seperti menanyakan pada siswa tentang apa yang diperoleh setelah pembelajaran selesai, jurnal atau catatan siswa, diskusi, saran dan kesan para siswa hari itu dan lainnya.
7. Authentic Assessment
Selain dengan melakukan tes, untuk mengukur hasil pembelajaran juga harus diukur menggunakan assessment authentic yang bisa memberikan informasi akurat tentang apa yang siswa ketahui, yang mereka bisa dan untuk melihat kualitas dari program pendidikan. Authentic assessment (penilaian otentik) merupakan suatu proses pengumpulan berbagai macam data serta perkembangan dari siswa, bisa berupa hasil tes, proyek, karya yang dirangkum pada laporan.
Kelebihannya
Lebih bermakna maksudnya siswa dituntut untuk bisa menangkap atau mengambil kesimpulan antara pengalaman saat belajar di sekolah dan di kehidupan keseharian yang nyata. Dengan mengkorelasikan materi dengan kehidupan sehari-hari yang nyata, tidak hanya untuk siswa, materi tersebut juga akan berjalan secara fungsional, ini akan membuat materi yang sudah dipelajari akan bisa tertanam dengan erat pada memori mereka, dan oleh sebab itu materi tersebut tidak mudah dilupakan.
Kekurangannya
Disini guru akan menjadi jauh lebih intensif saat membimbing di dalam metode contextual teaching learning. Ini disebabkan guru tidak menjadi pusat informasi lagi. Sekarang tugasnya mengelola sebuah kelas jadi sebuah tim yang akan bekerja sama dalam mencari keterampilan dan menemukan pengetahuan baru dari siswa. Disini para siswa akan dianggap menjadi individu yang sedang mengalami perkembangan. Tingkat dari perkembangan serta banyak pengalaman yang dimiliki akan berpengaruh pada kemampuan belajar yang dimiliki oleh seseorang.
Demikian informasi contextual teaching learning (CTL) yang bisa kami sampaikan, semoga bisa bermanfaat bagi anda yang sedang mencari informasi mengenai CTL.